Senin, 20 Maret 2017

Bolehkah Menghukum Anak Kita


Kalau ada pertanya anak Bolehkah kita menghukum anak kita sendiri, atau anak didik kita di sekolah? Saya menjawab boleh dan silahkan.
 

Boleh menghukum tapi tau waktunya kapan dan berapa lama, mari kita bahas tentang menghukum dan apa yang harus kita perhatikan.

SATUAN WAKTU

      Satu konsep tentang hukuman adalah adanya satuan waktu.   Kalau kita menghajar setiap waktu itu bukan mendidik, bukan mendisiplin anak, tetapi ngamuk dan amarah, itu hoby atau kebiasaan, bahkan perilaku yang keluar dari hati yang jahat.  Jika orang tua menghajar setiap waktu, anak tidak akan hormat  tetapi takut, kita perlu membuat anak hormat dengan orang tua dan bukan takut dengan orang tua.

      Kapan kita mendisiplin anak ? Saat anak berbuat yang melanggar aturan, etika, norma atau hukum yang kita buat.  Seberapa lama kita mendisiplin anak ?  Sesuai fungsi hukuman adalah untuk menyadarkan kesalahan, jika anak sudah merasa salah maka kita harus berhenti menghukumnya.  Jangan anak sudah merasa dan menyadari kesalahannya, kita masih ngomel, marah, berteriak-teriak, karena kita merasa belum selesai berbicara, belum puas. “Lihat mama, mama belum selesai biacara! ...bla bla bla.....”  Dan kita berbicara terus ‘nyerocos’ sampai puas.  Ini tidak mendidik,  ini amarah.

      Misal kita menghukum dengan ‘memarahi’ selama 5 menit, anak sudah menyadari kesalahannya, dan kita tetap meneruskan ‘didikan’ kita, sampai 15 menit, ini justru merusak fungsi didikan di 5 menit pertama tadi.  Karena anak bisa saja mendengar yang kita ucapkan, tetapi dalam hatinya mereka berkata;

“Mama bawel, mama bawel…   .!”
“Emangnya gue pikirin!” 
“Banyak omong lu ... emangnya gue dengerin... ”

      Anak tidak jadi menyadari kesalahannya, tetapi justru membenci atau kepahitan, merasa diperlakukan tidak adil atau diperlakukan seperti ‘anak kecil’.
      Janganlah marah berubah menjadi amarah (atau marah-marah), menjadi dendam, menjadi menyerang pribadinya dan bukan kesalahannya.  Biarlah marah adalah bagian mendidik, yang dilakukan secara sadar dan terkendali, ada satuan waktu dan ukurannya.

      Orang bijak berkata: “Boleh marah, tetapi jangan sampai matahari terbenam dan masih ada amarahmu”  Orang Jawa di kampung saya sering berkata; “Kalau sudah Mahgrip jangan marah-marah nanti ada setan lewat”

      Saya  menasehati, supaya marah tidak berubah menjadi dosa, marah ada waktunya, tidak boleh terus terbawa hingga esok hari, artinya menjadi kebencian atau dendam.  Jangan  sampai  menjadi ‘persepsi’ kita akan anak tersebut.  Anak bisa berbuat kesalahan, tetapi tidak berarti itu kepribadian anak, karena kepribadian sendiri bisa dibentuk dengan cara mendidik yang benar.  Jika membangun persepsi yang salah tentang si-anak dan setiap kali marah, selalu mengungkit ungkit kesalahan sebelumnya untuk memperkuat argumen kita, bahwa anak ‘memang begitu’, maka ini berbahaya, karena anak akan menjadi ‘begitu’ karena dipersepsikan ‘begitu’.



      Marah jangan melewati matahari terbenam, artinya marah yang ‘mendidik’, marah yang ‘profesional’ adalah marah dengan tujuan kebaikan dan selesai pada hari itu juga.

      Jika saudara memulai ‘mendisiplin’ sejak anak kecil, sebenarnya setelah pola terbentuk, kita hampir-hampir tidak perlu dan tidak pernah lagi melakukannya, karena hukuman sebenarnya hanya ‘instrumen awal’.  Yang susah adalah jika anak sudah terlanjur  berusia diatas 8 tahun, menjadi nakal dan dibiarkan tanpa pernah ‘di-disiplin’ atau dihukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BOLEH MENGHUKUM ANAK, SELANJUTNYA?....

M enghukum ‘harus’ dilakukan selanjutnya cukup mengancam, tidak perlu dan tidak harus selalu menghukum. Jadi misal anak nakal, dulu kita puk...